Jumat, 12 Juni 2009

Teori Perilaku Ekonomi

Ekonomi adalah ilmu yang berusaha menjawab persoalan alokasi sumber-sumber yang langka guna menghasilkan komoditas untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalam pemikiran ini harus memenuhi persyaratan atau harus rasional, dimana dalam ilmu ekonomi selalu ada norma-norma atau mengandung nilai-nilai atau keharusan. Keran itu ilmu ekonomi dapat digolongkan dalam disiplin ilmu modern karena ia hidup dan tumbuh dalam atmosfir modernitas. Selain itu juga ilmu akan disebut sebagai ilmu modern jika dapat menerangkan hukum-hukum yang permanen. Ilmu ekonomi berusaha menerangkan hukum-hukum yang permanen terutama tentang perilaku ekonomi manusia. Ekonomi menjadi ilmu ketika berhasil menerangkan fenomena-fenomena ekonomi dengan aturan-aturan yang ajeg (swaregulasi), seperti adanya hukum permintaan dan penawaran, hukum pasar, dan sebagainya.

Fenomena-fenomena ekonomi yang ingin diterangkan adalah bagaimana manusia yang mempunyai kehendak bebas mampu diikat oleh hukum-hukum ekonomi. Dalam ilmu ekonomi dikenal juga dengan relasi ekonomi yang terdiri dari agen-agen yang terpisah antara satu sama lain dan berhubungan secara voluntaristik, yang memiliki informasi yang cukup, rasional (Instrumental Rasionality), self interested untuk melakukan pertukaran.

Adapun yang dimaksud dengan Instrumental Rasionality adalah suatu tujuan dicapai dengan sarana se efisien mungkin, ini yang disebut Rasional dalam ekonomi. Fenomena diatas tentunya masih mengacu pada asumsi dasar yaitu homo economicus dimana dalam homo economicus selalu ada asumsi-asumsi seperti well informed, Instrumental Rasionality, dan self interested.

Sifat rasional yang diperkenalkan oleh ekonom neoklasik dimana penekanannya pada asumsi bahwa manusia adalah agen rasional yang dalam aktivitas ekonomihanya berorientasi pada memaksimalkan kegunaan atau kebahagiaan. Sifat rasional ini mempunyai ciri sebagai berikut, pertama, memperhitungkan untung-rugi. Kedua, mementingkan keuntungan diri sendiri. Ketiga, memberikan hasil yang sebesar-besarnya dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya.

Namun ada kritik-kritik yang mengatakan bahwa self interested tidak selalu mengacu pada kepentingan diri sendiri tetapi ada juga kepentingan lain yang lebih menyangkut kepentingan orang lain (the other interest). Hal ini juga akan membongkar tentang anggapan bahwa manusia homo economicus selalu mengharapkan untung yang besar (utility maximizer).

Memang selama ini (terutama pemikiran atau mazhab Klasik) menekankan ilmu ekonomi lebih pada homo economicus yang menekankan bahwa individu selalu digerakkan semata-mata oleh kepentingan pribadi atau motifnya untuk mendapatkan keuntungan. Dimana manusia diasumsikan sebagai sesuatu yabng lepas dari kontek sosial secara keseluruhan dan tindakan manusia lebih pada tindakan instrumental yang melakukan sesuatu untuk mendaoatkan sesuatu.

Sedangkan dalam ilmu Sosiologi juga dibahas tentang perilaku ekonomi yang berdimensi sosial. Dalam sosiologi, perilaku sosial merupakan perilaku manusia yang bersifat kompleks, interaksi dan tidak berdiri sendiri.

Ada seorang ahli ekonomi yang bersala dari mazhab Chicago yang bernama Frank Knight yang tidak setuju dengan pendapat mazhab Klasik yang menekankan pada konsep homo economicus yang selalu menekankan pada utility maximizer atau lebih menekankan pada hukum permintaan dan penawaran (Supply and demand law). Ia mengatakan bahwa perilaku ekonomi manusia harus dibedakan dengan perilaku benda-benda fisik yang cenderung melihat pada hubungan sebab akibat yang linier dan bisa diukur.

Menurutnya perilaku manusia tidak bisa diukur dan selalu mempunyai motif atau intention yang tentunya tidak dapat diukur. Perilaku manusia tidak mudah untuk diramalkan karena ada variabel-variabel tertentu yang bisa menentukan arah gerak motif manusia diantaranya ada otonomisasi tindakan.

Knight punya pendapat yang berbeda tentang homo economicus yaitu manusia tidak didorong semata-mata oleh hasrat tetapi mereka merealisasikan atau memanifestasikan nilai-nilai tertentu. Oleh Knight nilai atau value mulai dimasukkan sebagai elemen normatif. Bagi Knight, dalam memilihpun manusia ada value jedgement (keputusan nilai) atau valuation (penilaian). Baginya motivasi individu melibatkan valuation yang berkarakter sosial bukan hanya semata-mata hasratnya saja.

Ada dua pendapat Knight yang patut disimak tentang perilaku manusia, yaitu:

  1. Apa yang dipikirkan dalam transaksi ekonomi umumnya untuk sesuatu yang lain. dimana sarana yang dipilih untuk mrncapai tujuan yang diinginkan dan sarana yang dipilih ditentukan oleh value judgement.
  2. Ada sesuatu yang diinginkan demi sesuatu itu sendiri. Itu tidak bisa dikonfigurasikan secara fisik (sebab akibat). Kalau pun ada tentang hal ini maka itu terkait dengan the univers of meaning.

Knight juga mengungkapkan ada tiga interpretasi tentang perilaku orang khususnya yang berkaitan dengan tindakan ekonomi, yaitu:

  1. Bahwa perilaku ekonomi direduksi oleh prinsip-prinsip regulasitas (dasar-dasar statistik)
  2. Perilaku ekonomi dalam kerangka motivasi, tetapi harus dibedakan antara motif dan act yang bukan merupakan konsekuensi logis dari motif.
  3. Dalam tujuan yang diinginkan dari sesuatu tindakan ekonomi itu diserahkan pada evaluasi normatif.

Dari sini jelas bahwa Knight mengkritik mazhab Klasik yang memandang suatu kebebasan sebagai instrument of pleasure dan menolak karakter sosial dari kebebasan.

Eksplanasi kausalitas yang ada pada ilmu ekonomi memang masih mengandung kelemahan karena kausalitas yang terjadi belum tentu dihasilkan oleh hal yang sama (belief yang sama) karena dimungkinkan ada alasan atau tujuan yang berbeda pada masing-masing individu. Demikian pula pada scientific expalanation, mereka hanya menjelaskan tentang sebab akibat, tidak bisa menjelaskan mengapa manusia melakukan hal tertentu untuk mencapai tujuan tertentu.

Namun yang terjadi desire tidak pernah bebas dari evaluasi (ada qualitative desire). Manusia tidak pernah memutuskan sendiri (ada societal evaluation). Dengan kata lain ada pertimbangan-pertimbangan sosial. Dan hal lainnya adalah terkandung sesuatu keinginan atau tujuan tidak bisa diukr dengan bentuk materi. Hasrat bukan hanya apa yang diingnkan tetapi juga apa yang harus dilakukan dan bukan hanya yang disukai, tetapi yang pantas atau patut (approriate) yang tentunya didasarkan pada societal approval.

Pendapat lain yang turut membantah pendekatan neoklasik adalah suatu pendekatan dalam psikologi yaitu behavioral economics yang memandang keputusan manusia lebih kompleks dari sekedar perhitungan untung-rugi atau optimasi nilai guna. Manusia mempunyai keterbatasan pengetahuan dan kemampuan kognitif. Rasionalitas manusia perlu dipahami sebagai rasionalitas yang dikelilingi oleh batas-batas tertentu atau disebut bounded rationality.

Dalam psikologi dipahami bahwa tingkah laku manusia sebagai gejala deskriptif, gejala yang dipahami dan dijelaskan apa adanya. Karena bagi psikologi, pada prakteknya manusia tidak selalu rasional dalam bertingkahlaku dan tindakan seseorang dipengaruhi juga oleh berbagai faktor selain perhitungan untung-rugi.

Behavioral economics mencoba memahami manusia seperti seorang psikolog memahami manusia, memahami manusia sebagai mahluk rasional, mahluk emosional, mahluk sosial dan sebagainya. Para psikolog memandang manusia sebagai mahluk yang tidak saja egois, tetapi juga mahluk yang altruis, berorientasi sosial dan sebagainya. Dengan kata lain dalam diri setiap individu terdapat dua sisi, yaitu sisi baik dan buruk yang keduanya berpengaruh pada pilihan individu tersebut.

Untuk melengkapi penjelasan behavioral economics ini, para ekonom mulai mengembangkan beberapa teori diantaranya constrain theory. Constrain theory mengajukan pendapat bahwa setiap individu dapat membatasi diri dalam usahanya memperoleh keuntungan yang maksimal. Terkadang pikiran manusia dapat melanggar prinsip-prinsip rasionalitas yang diusung oleh pendekatan ekonomi klasik. Menurut Constrain theory pilihan manusia dapat berubah karena dalam diri manusia terdapat emosi, irrasionalitas yang turut menentukan pilihan manusia..

Hal ini juga diperkuat oleh Hume yang mengatakan bahwa Passion dapat mendistorsi dari akal budi, passion juga dapat melemahkan kehendak individu, passion juga dapat berseberangan dengan pertimbangan-pertimbangan rasional serta hasrat bisa men-discount hasil jangka panjang menjadi jangka pendek.

Selain itu bagi constrain theory pilihan dapat berubah tanpa ada pengaruh dari lingkungan, yaitu perubahan dapat disebabkan oleh waktu (time inconsistency). Adapula yang dapat menyebabkan perubahan pilihan manusia yaitu time discounting, dimana manusia mempunyai kecenderungan untuk men-discount tujuan jangka panjang menjadi tujuan jangka pendek dengan kata lain manusia cenderung memperoleh keuntungan pada jangka pendek daripada memperoleh keuntungan jangka panjang.

Menurut constrain theory ada beberapa usaha untuk mencegah hal diatas terjadi yaitu dengan cara memberi nilai atau cost tinggi sehingga menutup kemungkinan seorang individu untuk merubah pilihannya. Hal kedua yaitu harus ada commitment untuk mencegah perubahan yang tiba-tiba, misalnya dengan membuat ikatan atau semacam kontrak. Hal ketiga yang juga penting adalah dibentuk sistem Reward dan Punishment sehingga seorang tidak ingin merubah pilihannya karena akan dikenakan sanksi yang harus dalam bentuk konkrit.

Terlepas dari itu semua, berbagai kajian psikologi kognitif memberikan bukti bahwa pandangan manusia sebagai homo economicus tidak selalu rasional dalam menentukan pilihannya, terkadang manusia dapat pula berfikir tidak rasional dalam menentukan pilihannya seperti yang diungkapkan dalam behavioral economis dan juga dalam constrain theory, dimana manusia selalu diliputi berbagai pilihan yang terkadang dalam menjatuhkan pilihannya bukan lagi berdasarkan untung-rugi tetapi berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sosial, emosi dan sebagainya.


4 komentar: