Jumat, 12 Juni 2009

Self Presentation Ervin Goffman

SELF PRESENTATION

Manusia mencari tahu tentang siapa dirinya dan self esteem yg ia miliki di dalam dirinya. Gambaran ini walau bagaimanapun tidak dapat menggambarkan keadaan diri individu seutuhnya, melainkan kita juga harus melihat social self yg dimiliki oleh individu tersebut. Banyak orang yang memberikan perhatian terhadap image yang ia tampilkan kepada orang lain. Dengan cara yang sama, orang tersebut juga memperhatikan citraan yang mereka tampilkan melalui perilaku kepada publik. Apa yang mereka katakan dan apa yang akan dipikirkan oleh orang lain (tetangga)?
Menurut Erving Goffman (1959), masing-masing dari kita mengasumsikan suatu identitas tertentu atau suatu identitas sosial, bahwa orang lain akan menolong kami. Yang diilhami oleh teori Goffman, psikologi social self presentation adalah proses dimana kita mencoba untuk membentuk apa yang orang lain pikirkan tentang kita dan apa yang kita pikirkan tentang diri kita sendiri (Leary &Kowalski, 1990; Schlenker &Weigold, 1992; Tedeschi,1981)

? Dua Tipe Self Presentation
Apabila dilihat dari segi motive, self presentation terdiri dari 2 tipe, yaitu Strategic Self Presentation dan Self Verification. Strategic Self Presentation dilandasi usaha untuk membentu kesan yang spesifik terhadap orang lain yang dapat menimbulkan simpati, pengaruh, dan persetujuan. Adapun tujuan spesifik dari self presentation adalah keinginan untuk terlihat menarik, kompeten, bermoral, berbahaya atau berwibawa.
Secara spesifik orang-orang mencoba menampilkan identitas yang berbeda-beda dari dirinya di dalam situasi yang berbeda-beda pula (Leary &Kowalski, 1990). Bagaimanapun juga terdapat 2 strategi umum di dalam mencapai sasaran self presentation. Yang pertama adalah ingratiation, suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan perilaku yang dimotivasi oeh keinginan untuk diterima dan disukai. Ketika orang-orang ingin disukai atau diterima, mereka akan berusaha menampilkan yang terbaik, contohnya dengan cara banyak memberikan senyum, menganggukan kepalanya, memperilhatkan ekspresi menyetujui dan kalau perlu mereka akan menolong, memberikan pujian dan menjilat. Yang kedua adalah self promotion, yaitu suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan perilaku yang termotivasi oleh suatu keinginan untuk lebih dari orang lain dan dihormati karena kompetensi yang dimiliki (Arkin, 1981; Jones& Pittman, 1982). Ketika orang-orang ingin dihormati berdasarkan kompetensinya, mereka akan berusaha memberikan kesan kepada orang lain dengan cara membicarakan diri mereka sendiri, dan memperlihatkan pengetahuan yang dimilikinya, status dan eksploitasi-eksploitasi.
Self presentation juga akan mengakibatkan masalah-masalah yang lain. Di dalam suatu artikel proaktif yang berjudul "Self-presentation dapat mendatangkan resiko pada kesehatan Anda (Self presentation can be hazardous to your helath)", Mark Leary dan para rekannya (1994), mengatakan bahwa kebutuhan untuk memproyeksikan image yang disukai oleh orang lain dapat mengarahkan kita ke arah pola perilaku yang tidak aman. Sebagai contohnya, self presentation yang dihubungkan dapat meningkatkan resiko AIDS (ketika seorang laki-laki merasa malu untuk membeli kondom dan pembicaraan secara terbuka dengan mitra seks mereka), kanker kulit (ketika orang-orang berjemur di bawah matahari untuk menggelapkan warna kulitnya agar terlihat menarij), gangguan pola makan (ketika wanita terlalu keras diet atau penggunaan dari amfetamina, laxative (obat pencuci perut) dan memaksa memuntahkan kembali agar tetap terlihat langsing), penyalahgunaan obat-obatan (ketika para remaja merokok, minum-minuman keras, dan memakai narkoba penggunaan untuk mengesankan teman sebayanya), dan luka yang disengaja.
Motif self presentation yang kedua adalah self verification, yaitu keinginan agar orang lain menerima diri kita seperti kita menerima diri kita sendiri seutuhnya. Menurut William Swann (1987), orang-orang sangat termotivasi untuk membuktikan keberadaan self conceptnya dalam pandangan orang lain. Swann dan para rekan kerjanya sudah mengumpulkan banyak bukti untuk hipotesis ini, sebagai contohnya, orang-orang akan selektif di dalam mengingat dan menerima feedback kepribadiannya yang mengkonfirmasikan self conceptnya. Pada kenyataannya, terkadang orang ingin menyembunyikan sesuatu dari orang lain agar terlihat baik namun hal tersebut sebenarnya adalah salah. Di dalam sebuah penelitian, orang yang saling berinteraksi dengan lawan interaksi yang kemudian dikatakan bahwa mereka terlhat dominan atau submisif. Ketika sebuah komentar itu sesuai dengan self concept yg dimilikinya, maka komentar tersebut dapat diterima. Namun, ketika hal tersebut tidak sesuai, mereka akan beralih untuk membuktikan bahwa lawan interaksinya salah, mereka yang merasa diri mereka dominan tetapi dianggap lemah nantinya akan bertingkah laku lebih asertif dari biasanya; mereka yang memandang diri mereka sebagai submisif tetapi dianggap dominan sebaliknya akan menjadi lebih penurut (Swann &Bukit, 1982).
Terkait dengan aspek yang penting dari self concept, riset menunjukkan bahwa orang-orang lebih suka mencerminkan dan belajar lebih banyak tentang kualitas mereka yang positif dibanding yang negatif (Sedikides, 1993). Meski demikian, muncul keinginan untuk self enhancement. Kita semua ingin membuat suatu kesan yang baik, tetapi kita juga ingin orang lain yang ada dalam hidup kita agar memiliki kesan yang akurat, kesan yang sesuai dengan self concept kita.

? High and Low Self-Monitoring
Meskipun self presentation adalah suatu jalan hidup untuk kita semua, namun hal tersebut berbeda-beda pada setiap individu. Secara umum mereka lebih menyadari gambaran diri mereka secara umum dibandingkan orang lain. Juga, sebagian orang lebih suka untuk menggunakan strategic self presentation, sementara orang lain lebih menyukai self verification. Menurut Mark Snyder (1987), perbedaan ini dihubungkan dengan ciri kepribadian yang disebut self monitoring, kecenderungan untuk meregulasi perilaku sesuai dengan tuntutan sosial.
Individu yang memiliki self monitoring tinggi tampaknya memiliki peran sebagai dirinya sendiri agar menarik. Karena mereka peka terhadap strategic self presentation, mereka akan bersikap lebih tenang, siap, dan mampu untuk merubah tingkah laku mereka seperti halnya mereka bergerak dari satu situasi kie situasi lainnya.
Psikolog-psikolog sosial berselisih tentang (1) apakah skala self monitoring mengukur satu ciri umum atau kombinasi dua atau lebih ciri-ciri yang spesifik (Briggs &Pipi, 1998; Lennox, 1988) dan (2) apakah self-monitors yang tinggi dan rendah mewakili; menunjukkan dua jenis orang atau 2 poin sepanjang suatu rangkaian (Gangestad &Snyder, 1991; Tukang giling &Thayer, 1989). Meski demikian hasil tes dapat digunakan untuk memprediksikan tingkah laku sosial yang penting. Terkait dengan suatu gambaran yang publik, self-monitors tinggi tidak hanya untuk orang dewasa tapi juga untuk anak-anak (Graziano et al., 1987). Keluar dari kebiasaan mereka untuk belajar tentang orang lain yang mungkin akan berinteraksi dengan mereka dan mengenai aturan tentang tingkah laku yang pantas. Lalu, setelah mereka mengukur situasi tersebut mereka merubah tingkah laku mereka (Danheiser &Graziano, 1982; Shaffer et al., 1982). Jika suatu situasi mengharuskan mereka melakukan penyesuaian, self monitor yang tinggi akan menyesuaikan; jika situasi yang sama melakukan otonomi mereka menolak untuk menyesuaikan diri. Sebaliknya, self monitors rendah memelihara sikap yang relative konsisten di setiap situasi (Snyder &Monson, 1975).

? Proses Tumbuh Kembang Self Presentation

Di tahun terakhir, psikolog-psikolog sosial sudah menemukan bahwa paling sedikit bagian dari self concept itu dibentuk oleh pengalaman-pengalaman hidup dan bermacam-macam situasi satu ke situasi yang berikutnya. Dari perspektif ini, self memiliki berbagai macam makna.
Ketika membahas tentang self esteem ada kalanya kita cukup memfokuskan diri untuk menjadi sangat berhati-hati dengan kekurangan yang kita miliki. Setelah kita membahas self concept dan self esteem, maka bahasan selanjutnya adalah self presentation. Hal tersebut telah jelas bahwa masing-masing individu mempunyai suatu self yang terdiri dari pemikiran dan perasaan memori-memori, dan self-schemas. Tetapi jelas sekali bahwa kita juga memiliki outer self yang digambarkan oleh peran yang kita mainkan dan topeng yang kita pakai di muka umum.
Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa self presentation merupakan refleksi dari self esteem dan self concept yang ada di dalam diri individu. Munculnya self presentation pada diri individu dilatarbelakangi oleh adanya motif-motif yang berasal dari diri individu tersebut, yaitu motif strategic self presentation dan self verification. Dalam hal ini self presentation berfungsi sebagai modal bagi individu untuk melakuan penilaian terhadap orang lain dan dinilai oleh orang lain. Di dalam prosesnya self presentation dapat menimbulkan dampak positif dan negatif yang nantinya akan mempengaruhi interaksi yang dilakukan oleh individu yang terlibat. Bila dampak yang ditimbulkan negatif maka interaksi yang terjadi menjadi lebih terbatas, dan apabila dampak yang ditimbulkan positif, maka kemungkinan terjadinya interaksi akan lebih besar.

2 komentar: