A. Interaksionisme Simbolik
Ada banyak teori dan perspektif dalam sosiologi yang dapat digunakan untuk menganalisis masyarakat. Ada yang menggunakan perspektif evolusionisme, fungsionalisme, interaksionisme simbolik, teori konflik, teori sistem, dsb. Semua pendekatan-pendekatan ini masing-masing memiliki karakteristik, tujuan dan manfaat yang berbeda-beda. Perspektif teori Interaksionisme Simbolik merupakan salah satu pendekatan atau paradigma yang dapat digunakan apabila kita ingin meneliti mengenai fenomena-fenomena Sosiologi.
Teori ini dikembangkan oleh kelompok The Chicago School dengan tokoh penggagas George H. Mead dan tokoh pengikutnya yaitu Herbert Blummer. George H. Mead adalah seorang psikolog sosial Amerika di akhir abad kesembilan belas dan filsuf yang dipengaruhi oleh konsep tokoh Adam Smith mengenai “ penonton yang tidak memihak “. Ditangan Mead, penonton Smith menjadi “ orang lain yang digeneralisasikan “ ( generalized other ), istilah yang dipakainya untuk bagian “ kedirian “ ( self ) yang merupakan sebuah internalisasi sikap-sikap orang-orang lain terhadap diri kita sendiri dan peran-peran kita. Kata “ Interaksionisme Simbolis “ sendiri diciptakan oleh seorang murid Mead yaitu Herbert Blummer, pada tahun 1937. Kata interaksionalisme simbolik itu dimaksudkan untuk mencakup pemahaman timbal-balik dan penafsiran isyarat-isyarat dan percakapan merupakan kunci bagi masyarakat manusia ( Campbell : 253 ). Selain Mead dan Blummer, tokoh lain yang juga memberikan kontribusi intelektualnya adalah Charles Horton Cooley.
Teori interaksionisme simbolik ini akan mengarahkan perhatian kita pada konsep mengenai “ interaksi “, baik interaksi dengan diri sendiri ( self-interaction ) maupun interaksi antar individu. Berikut adalah penjelasan mengenai teori Interaksionisme Simbolik yang dikemukakan oleh masing-masing tokoh.
A.1. Interaksi Simbolik oleh George Herbert Mead ( 1863 – 1931 )
Mead memberikan kontribusi besar dalam mengemukakan pandangannya mengenai pemikiran ( mind ), kedirian ( self ) dan masyarakat ( society ).
Menurut Mead, ada beberapa aspek perilaku dan interaksi manusia yang secara langsung tidak dijembatani oleh pemikiran. Contohnya manusia secara refleks dapat mengepalkan tangannya ketika ia sedang marah. Hal inilah yang sering kita maksud dengan “ bahasa “ atau komunikasi melalui simbol-simbol atau isyarat makna. Isyarat-isyarat dalam bentuk inilah yang akan membawa pada suatu tindakan dan respon yang dipahami oleh kelompok-kelompok, komunitas dan masyarakat yang ada. Tepatnya melalui isyarat-isyarat dan simbol-simbol inilah maka akan terjadi pemikiran; yakni yang disebut dengan “ mind “.
Sementara “ Kedirian “ ( self ) dapat bersifat sebagai obyek maupun subyek; ia merupakan obyek bagi dirinya sendiri. Seseorang yang sudah dewasa telah memiliki “ kediriannya sendiri “ sebagai teman kemanusiaannya dan berbicara dengan dirinya sendiri sebagaimana ia memperlakukan terhadap orang lain ( Zeitlin : 339-348 ).
Untuk memperjelas konsep mengani “ Kedirian “ atau self, Mead kemudian juga mengemukakan konsep mengenai “ I “ dan “ Me “ ( Henslin : 69 ).
“ I ” adalah diri sebagai subyek, bagian diri yang aktif, spontan dan kreatif. Sebaliknya, “ Me “ merupakan diri sebagai obyek. “ Me “ terdiri atas sikap yang telah kita internalisasi dari interaksi kita dengan orang lain. Mead memilih kata ganti tersebut karena dalam bahasa inggris “ I “ merupakan agen yang aktif, seperti dalam kalimat “ Aku mendorongnya “ ( I shoved him ), sedangkan “ Me “ merupakan obyek tindakan, seperti dalam kalimat “ Ia mendorongku “ ( He shoved me ). Mead menekankan bahwa dalam proses sosialisasi, kita tidak pasif, kita tidak seperti robot yang secara pasif menyerap tanggapan orang lain. Dan sebaliknya, “ I “ dalam diri kita bersifat aktif. “ I “ mengevaluasi reaksi orang lain dan mengorganisasikannya dalam suatu kesatuan yang menyeluruh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar